::::FreeMans::::

aku tak ingin kehilangan apa yang kurasa... kualami... dan kujalani semua kutuangkan ... kutuliskan... tak peduli dimana... dan mengapa... ketika realitas diriku kugoreskan di sini... semoga catatan ini jelas terbaca... kata serta makna... seiring berjalannya waktu... lepas bebas... tanpa batas..

Tuesday, December 13, 2005

BINGKAI HIDUP KITA

Berjalan, berjalan dan berjalan. Itu selalu terjadi pada setiap mahluk hidup. Lihat pohon, ia tumbuh dan bergerak mencari cahaya. Perhatikan binatang, dengan seluruh kekurangannya ia juga mencari. Tolehlah air di sungai, ia mengalir, berjalan dan terus mengalir mengikuti jalurnya yang telah ditentukan, menuju daerah yang lebih rendah. Apalagi manusia, tanpa berjalan ia sama dengan mengakhiri kehidupan. Sebutlah kegiatan berhenti berjalan secara fisik, siapa punmanusianya pasti lumpuh kemudian. Apalagi berhenti berjalan dalam kehidupan, ia sama saja dengan bersahabat bersama kebosanan.
Hanya saja, ada manusia yang berjalan dengan mata kering dan kosong. Apapun yang dilihat dan dilaluinya hanyalah rangkaian benda mati yang tak punya arti. Ini yang dialami banyak insan yang hidupnya kering kerontang penuh kebosanan. Ada pekerja yang sudah muak dengan pekerjaannya. Ada pengusaha yang 'kelaparan' dan merasa masih kekurangan di tengah kekayaannya. Ada sejumlah anak muda yang merasa tidak punya harapan.
Ada lagi manusia berjalan dengan hobi menyiksa diri. Apa saja yang dilihat dan dilaluinya, senantiasa hadir sebagai ancaman, hukuman dan kekurangan. Terik matahari berarti panas dan kegerahan. Hujan turun membawa akibat batalnya banyak acara. Angin datang dilihat sebagai tanda-tandabadai yang menakutkan. Senyuman orang lain terlihat mencurigakan. Setiap bantuan orang lain dilihat sebagai tali yang menjerat leher kemudian.
Ada juga rangkaian manusia yang senantiasa lapar dan kurang. Prestasi, kemajuan, sukses adalah bahasa-bahasa keseharian mereka. Kesibukan adalah kendaraan yang paling disukai. Banyak memang yang bisa dicapai manusia dalam wilayah kehidupan seperti ini. Sebagian bertemu kejernihan, sebagian lagi tenggelam gelap gulita oleh ideologi-ideologi kesuksesan. Seperti ikan yang mati kehausan di dalam air, demikianlah nasib sebagian orang dalam kelompok ini.
Disamping itu, ada juga manusia yang berjalan dengan modal murah meriah: senyuman! Apapun yang terjadi, responnya hanya senyuman. Dikira gila atau 'lain' oleh lingkungan adalah sebuah konsekuensi yang sudah diperhitungkan. Ada memang orang yang menyingkirkan dan membuang orang-orang seperti ini. Cuman, karena ia sudah bersahabat secara sangat baik dengan kehidupan, sekali lagi jawabannya hanya senyuman. Hebat memang bukan kata yang disukai oleh orang-orang sejenis ini. Adalah hak setiap orang untuk memilih tipologi hidup yang mana. Cuman, kita manusia tidak punya pilihan lain terkecuali terus berjalan. Dan dalam aliran kehidupan yang tidak mengenal kamus lain selain berjalan ini, ada alur yang dilalui demikian banyak orang. Ia disebut kerja. Dengan tidak menggunakan kerangka baik-buruk sebagai kacamata penglihatan, ada memang orang yang menyebut kerja sebagai kewajiban,keharusan, dan keterpaksaan.
Dalam kolam-kolam kejernihan, sejumlah sahabat bertutur, "Kerja sebenarnya sarana terbaik untuk memahami sang hidup." Dalam kerja juga,manusia mengalami pengalaman-pengalaman keTuhanan yang mengagumkan. Sebab, ketika manusia bekerja, ia mendapatkan serangkaian hal yang jauh lebih berguna dari sekadar mencari ongkos hidup, atau harta yang diwariskan kemudian. Melalui kerja manusia bisa menelusuri bagian-bagian sungai kehidupannya yang lebar dan panjang. Berkendaraan kerja juga manusia bisa melintasi sejumlah wilayah perawan dalam kehidupan. Dan yang paling penting, melalui kerja manusia bisa menyelami rahasia hidup yang paling dalam.
Coba renungkan dan perhatikan perjalanan-perjalanan kerja manusia.Entah itu pencari kayu di hutan sampai dengan pejabat tinggi korporasi.Ketika bekerja, tanpa bisa dihindari, manusia 'bercakap-cakap' dengan dirinya secara lebih intensif. Kegagalan tidak hanya menghasilkan kesedihan. Ia juga umpan balik tentang kapasitas diri dalam bingkai waktu. Kegagalan juga menjadi mesin yang memproduksi kekuatan kemudian.Tidak jarang terjadi, kegagalan membawa dua hadiah terbaik dalam hidup:kearifan dan kesabaran.
Keberhasilan memang bertemankan senyuman dan pujian. Tetapi ia juga yangmengajarkan bahayanya ego. Keberhasilan yang mengangkat manusia,keberhasilan juga yang menjatuhkannya secara menyakitkan kemudian. Pada sebagian manusia, keberhasilan adalah berkah. Dan pada sebagian manusialain, keberhasilan adalah hulunya iri dan dengki. Bila demikian ceritanya, keberhasilan yang diburu banyak orang dalam bekerja, berwajah banyak. Ia bisa menjadi berkah, bisa juga menjadi musibah.
Dalam bingkai-bingkai kejernihan seperti ini, layak direnungkan untuk menempatkan kerja dalam wilayah-wilayah kewajiban dan keterpaksaan.Kerja sebenarnya sebuah berkah kehidupan yang mengagumkan. Lebih mengagumkan lagi bila manusia bisa menyelami kedalaman dirinya lewat kerja, dan pada saat yang sama menyesuaikan irama dengan irama-irama semesta. Ada irama berupa peran sebagai orang tua, suami, istri, atasan,bawahan, atau malah sebagai pencinta Tuhan. Bukankah ideal sekali kalau manusia bisa menyelami dirinya, dan pada saat yang sama melakukan peran-perannya secara optimal ? Dan dalam kesadaran seperti itu, punyakah manusia pilihan lain selain menekuni kerja dengan penuh suka cita ?